Walikota Cirebon pro pedagang tradisional, Minimarket Ilegal akan ditertibkan
KEJAKSAN– Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penataan pasar tradisional dan minimarket di Kota Cirebon telah diselesaikan pembahasannya oleh legislatif dan eksekutif. Meskipun Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum selesai, kedua lembaga itu sepakat raperda penataan pasar tradisional dan minimarket akan disahkan. Hal ini menjadi kesimpulan rapat di Griya Sawala, Selasa (4/6). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Dardjat Sudrajat. Hadir dalam kesempatan tersebut beberapa anggota dewan dan perwakilan Pemkot Cirebon yang dipimpin Asisten Administrasi Umum Jamaludin SSos. Pembahasan berputar pada perlu tidaknya RDTR dalam raperda penataan pasar tradisional dan minimarket.
Menurut Dani Mardani SH MH, meskipun belum ada perda RDTR, perda pasar tradisional dan minimarket dianggap selesai. Sebab, landasan penataan ruang dicukupkan hanya dengan Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW). Dengan demikian, lanjut Dani, tidak perlu menunggu RDTR untuk mengesahkan raperda pasar dan minimarket. Disamping itu, saat raperda tersebut disahkan, dia berharap agar minimarket yang membandel dengan tidak menyertakan izin atau perizinannya telah selesai, harus ditertibkan. Termasuk minimarket yang berada di titik-titik luar ketentuan dari perda pasar tradisional dan minimarket tersebut. “Ada 80 titik yang diperbolehkan. Minimarket melanggar harus ditertibkan,” tegasnya.
Jika menunggu penyelesaian perda RDTR, proses raperda pasar tradisional dan minimarket yang telah terkatung-katung bertahun-tahun, tidak akan kunjung selesai. Padahal, dewan periode 2009-2014 mengharapkan beberapa raperda yang telah digarap agar menjadi perda sebelum masa jabatan mereka habis pada pertengahan Agustus nanti. Seperti yang disampaikan Djoko Poerwanto. Menurut politisi Demokrat itu, para wakil rakyat tidak ingin ada hutang tugas saat selesai jabatan nanti. “Segera sahkan. RDTR tinggal saja. Hanya kurang pemetaan foto udara, itu bisa ditunda dewan periode akan datang,” ucapnya. Sebab, tanggungjawab sebagai panitia khusus harus diselesaikan sebelum masa jabatan habis.
Hal senada disampaikan Priatmo Adji. Menurutnya, banyak investor dan berbagai macam program kegiatan yang menunggu adanya RDTR di Kota Cirebon. Hal itu terkait erat dengan RTRW bagi kalangan pengusaha. Sementara, jika harus menunggu sampai Oktober 2014, para wakil rakyat yang membahas raperda RDTR sejak awal akan terputus kinerjanya sebelum perda RDTR disahkan. “Tidak usah menunggu sampai Oktober. Perda RDTR jangan menjadi penghambat perda pasar tradisional dan minimarket,” ujarnya. Terkait dengan raperda RDTR, Kepala Bidang Tata Ruang DPUPESDM Suhardjo ST mengatakan, dalam Peraturan Gubernur Nomor 3 tahun 2014 tentang Mekanisme RDTR, disebutkan adanya tujuh tahapan kelengkapan administratif yang harus dipenuhi sebelum mendapatkan persetujuan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Di antaranya pembahasan dewan, kajian publik, dan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). “Kami akan membuat peta udara baru. Karena yang sekarang sudah tidak sesuai,” tukasnya.
Bahkan, lanjut Suhardjo, badan pemetaan pusat pernah mengoreksi peta udara yang dimiliki Kota Cirebon. Setelah dilakukan pengukuran, ternyata titik koordinat Kota Cirebon bergeser lima meter. Sedangkan, batas ambang minimal yang ditoleransi hanya 2,5 meter saja. Akhirnya, pusat mewajibkan kepada Pemkot Cirebon melakukan pemetaan ulang foto udara. Saat ini, proses lelang sedang dilakukan. “Butuh tiga bulan menyelesaikannya. Sekitar Oktober tahun ini pemetaan sudah selesai,” ucapnya. (ysf)
0 komentar:
Posting Komentar