Pengelolaan Parkir Jalur Pantura Banyak Yang Ilegal
SUMBER, (PRLM).- Tumpang tindih wewenang di beberapa instansi Pemerintah Kabupaten Cirebon membuat praktek parkir ilegal di bahu jalan sulit diatasi.
Padahal praktek tersebut tak hanya menghilangkan potensi pendapatan daerah, namun juga menimbulkan imbas negatif berupa kemacetan terutama di jalur utama pantura.
Kepala Seksi Terminal dan Parkir pada Dinas Perhubungan Kabupaten cirebon Aminudin mengatakan, beberapa instansi yang saat ini mengelola parkir bahu jalan adalah Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga (Dibudparpora) dan Dinas Perhubungan sendiri.
"Pendataan dan penertiban sulit dilakukan karena kewenangan terbagi. Padahal ini masalah serius yang berkaitan dengan kenyamaan pengguna jalan dan pendapatan daerah," tutur Aminudin saat ditemui Rabu (18/6/2014).
Menurut Aminudin, beberapa titik parkir badan jalan yang seringkali menjadi penyebab kemacetan adalah di kawasan jalan utama pantura Kecamatan Plered, Kedawung, dan Tengah Tani. Di kawasan itu tak jarang sepertiga badan jalan habis digunakan sebagai areal parkir.
Aminudin menegaskan, praktek parkir di kawasan tersebut kemungkinan besar ilegal. Soalnya pengelolaan parkir bahu jalan yang berijin pasti telah melewati analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) lalu lintas.
Dinas Perhubungan, kata Aminudin, jelas tidak akan mengeluarkan rekomendasi pengelolaan parkir bahu jan jika berimbas pada kemacetan. "Instansi lain yang mengurusi parkir di Pemkab Cirebon juga saya yakini tak akan mengijinkan. Jadi kemungkinan besar itu ilegal," ucapnya.
Aminudin menambahkan, saat ini Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Cirebon hanya mencatat sekitar 170 titik parkir bahu yang dikelola dengan mengantongi ijin.
Lokasinya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon dari ujung Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka sampai ujung Timur yang berbatasan dengan Jawa Tengah.
Namun kenyataannya, sekarang ini ada ratusan titik parkir bahu jalan lain yang tak jelas siapa pengelolanya. Terutama di wilayah barat yang marak dengan pusat perbelanjaan dan rumah makan. "Soal perijinannya tentu dipertanyakan juga," kata Aminudin.
Selain tidak memperhatikan dampak lalu lintas, Aminudin juga melansir hilangnya potensi pendapatan daerah yang tak sedikit dari retribusi parkir. Padahal Dinas Perhubungan sebagai salah satu pengelola parkir dibebani target pendapatan retribusi yang terus naik setiap tahun.
Menurut Aminudin, tahun ini Dinas Perhubungan diberikan target pendapatan retribusi parkir sebesar Rp 187 juta. Jumlah itu naik Rp 20 juta dari target 2013 sebesar Rp 167 juta.
0 komentar:
Posting Komentar